TAYANG : MINGGU, 5 MARET 2023
Maraknya kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan membuat prihatin kita semua. Dalam
catatan kementerian PPPA kasus kekerasan seksual terhadap anak di tahun 2022 mencapai 9588 kasus
terjadi kenaikan dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang mencapai 4162 kasus. Hal itulah membuat
Kick Andy mengangkat tema memburu predator seks dengan menghadirkan para narasumber aktivis
anak dan perempuan yang kerap memberikan perlindungan dan pendampingan hukum kepada para
korban kekerasan seksual anak dan perempuan.
Velmariri Bambari adalah seorang ibu rumah tangga dan penyandang disabilitas yang sejak tahun 2018
menjadi relawan mendampingi para korban kekerasan seksual anak yang terjadi di Lembah bada, Poso,
Sulawesi Tengah. Perempuan difabel asal Desa Gintu, Lore Selatan, Kabupaten Poso yang biasa disapa
Velma ini juga dikenal sebagai aktivis perlindungan perempuan dan anak. Velma juga tergabung dalam
pos informasi pengaduan perempuan dan anak korban kekerasan serta Perlindungan Anak Terpadu
Berbasis Masyarakat sebagai ketua. Walaupun Velma tidak pernah kuliah tentang hukum, namun di
tahun 2014 Velma pernah mengikuti pelatihan bidang perlindungan anak dan perempuan selama tiga
tahun di Institut Mosintuwu selama 3 tahun lamanya. Barulah sejak itu ibu dua anak ini mulai
mendampingi korban kekerasan seksual pada anak tepatnya di tahun 2018. Sampai saat ini Velma masih
menjadi satu-satunya pendamping korban kekerasan seksual pada anak di Lembah Bada, Poso, Sulawesi
Tengah. Velma juga berusaha agar semua mejelis adat di Lembah Bada agar tidak lagi menggunakan
hukum adat untuk menindak pelaku kekerasan seksual anak. Karena hukum adat dirasa tidak adil bagi
korban kekerasan seksual, terlebih denda adat juga berlaku bagi korban karena dianggap ‘mengotori
desa’. Sampai saat ini Velma sudah menangani 9 kasus kekerasan seksual pada anak dan berhasil
meringkus 12 pelaku ke penjara. Diantara kasus yang ditangani Velma yaitu korban anak penyandang
disabilitas yang menjadi korban perkosaan pada Mei 2022 lalu. Kemudian kasus kekerasan seksual pada
anak usia 14 tahun pada bulan Juli 2022, dimana korbannya sempat merasakan depresi yang sangat
mendalam, bahkan sempat berfikir untuk mengakhiri hidupnya. Dengan keterbatasan fisik yang
dialaminya, Velma telah berjuang melakukan banyak hal, semangat Velma bergerak melakukan aksi
kemanusiaan tak akan pernah surut.
Korban kekerasan seksual kerap diusir dan dicap sebagai aib serta pembawa malapetaka di Aceh.
Bahkan aksi membantu korban pun dianggap perbuatan yang tercela. Di Aceh Barat, ada seorang ulama
perempuan bernama Hanisah Abdullah yang mendirikan Dayah Diniyah Darussalam, yakni sebuah
pesantren sekaligus rumah aman untuk korban kekerasan seksual. Di sana korban diberikan bimbingan
atas nama santri dengan pendekatan islami dan mengajak para korban untuk bangkit dari keterpurukan.
Dibantu 12 guru, Pesantren atau Dayah Diniyah Darussalam memiliki sekitar 30 santri yang menetap,
dan 200 santri yang tidak menetap. Kebanyakan para santri berasal dari keluarga miskin, anak yatim
piatu, dan korban kekerasan. Di pesantren yang juga rumah aman ini Hanisah memfasilitasi para korban
agar merasa aman dan membantu mereka bangkit dari keterpurukan, dengan mengajarkan nilai-nilai
islam rahmatan lil 'alamin, sikap toleransi dan optimis kepada korban. Bahkan banyak penyintas yang
telah bangkit dan berhasil menata mimpinya kembali. Untuk membantu penyembuhan korban
kekerasan seksual, perempuan kelahiran Peunia, 3 Juli 1968, ini bekerja sama dengan balai pelatihan
kerja Aceh Barat dan kepolisian. Para santri dilatih keterampilan berwirausaha, membuat kue, menjahit,
otomotif hingga komputer tanpa dipungut biaya alias gratis. Puluhan tahun memimpin dayah dan rumah
aman yang berjalan beriringan, membuat semangat Hanisah untuk membantu sesama tak pernah
padam. Ia berharap semua penyintas kasus kekerasan seksual dapat memiliki kehidupan yang layak dan
mampu berdiri di atas kaki sendiri.
Narasumber terakhir yaitu Joan Patricia Walu Sudjiati Riwu Kaho atau yang biasa disapa Puput. Ia
adalah seorang penyintas korban kekerasan seksual yang dilakukan mantan pacarnya yang dipacarinya
selama 7 tahun lamanya. Namun berdasarkan pengalaman kelamnya kini Puput sudah menjadi seorang
advokat Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan di Kupang, Nusa
Tenggara Timur. Puput kini menjadi penolong bagi korban kekerasan seksual pada anak dan perempuan
di daerahnya. Karena dahulu saat masih menjalin hubungan asmara dengan pacarnya, Puput menjadi
korban kekerasan sang pacar baik verbal maupun fisik, dirinya hampir tidak selamat dari peristiwa kelam
itu. Pengalamannya sebagai penyintas kekerasan dalam masa pacaran, membuatnya bertekad untuk
menjadi seorang pengacara. Meskipun jalan Puput masih panjang, Puput akan terus tetap
memperjuangkan dan mengulurkan tangan bagi para korban kekerasan seksual di sekitar Kupang.
Karena menurut Puput, korban bukan sekedar mitra hukum saja, melainkan, dirinya sendiri di masa
lampau yang hendak Ia temani sampai mendapatkan keadilan yang layak. Bahkan tangannya akan selalu
terbuka bersama banyak orang dalam menghapuskan kekerasan seksual di tempatnya.