TAYANG : MINGGU, 23 OKTOBER 2022 PKL 21.05 WIB
Keterbatasan fisik dan keterpurukan hidup sebagai penyandang disabilitas menjadi titik balik
kebangkitan kreativitas dan semangat untuk tetap berkarya serta hidup mandiri. Narasumbernya adalah
mereka para penyandang disabilitas yang mampu berkarya di tengah cacat fisik yang mereka alami.
Arih Lystia penyandang disabilitas daksa seorang beauty konten kreator khusus make up 3D illusionist.
Arih Lystia merupakan seorang make up karakter atau illusionist 3D make up yang berbakat. Arih merias
wajahnya dengan menggunakan lututnya, karena dua tangan Arih sudah tidak berfungsi lagi akibat
kecelakaan yang menimpa dirinya. Arih menjadi cacat setelah sebuah truk menabrak dirinya di tahun
2014 silam. Pasca kecelakaan itu, selama 1 tahun 3 bulan Arih hanya terbaring di tempat tidur saja. Arih
sempat frustasi dan kehilangan kepercayaan dirinya. Ia membutuhkan waktu sampai kurang lebih empat
tahun untuk bisa bangkit dari keterpurukannya tersebut, dan kembali mengumpulkan semangatnya
untuk membuat sesuatu yang bermanfaat. Arih berusaha menggali potensi dirinya yang belum
pernah ia coba dengan menekuni make up. Ia baru memulai make up karakter setelah
bergabung di Likee dan saat ini sedang mempelajari 3D makeup art atau illusionist make up.
Berkat kepopulerannya, makeup yang ada di akun Likee miliknya sempat dipamerkan di ajang
pameran seni internasional di Yogyakarta pada tahun 2020, lalu. Kini Arih tak pernah berhenti
membuat konten-konten make up Karakter di sosial medianya. Followersnya sudah ribuan.
Bahkan Arih juga kerap mengisi kontennya berupa dukungan dan motivasi untuk para
oenyandang disabilitas agar jangan pernah berputus asa dan harus semangat serta berusaha
untuk berkarya. Hebatnya lagi dari hasil jerih payahnya membuat konten, Arih mampu
melanjutkan kuliah serta membantu perekonomian keluarganya.
Taufiq penyandang disabilitas daksa seorang pemain alat musik keyboard atau organ tunggal
asal Langkat Sumatera Utara. Taufiq tak memiliki 2 tangan sejak lahir. Di balik keterbatasan fisik
yg dialaminya Taufiq jago bermain alat musik keyboard dengan menggunakan kedua kakinya.
Setiap ada hajatan di kampung halamannya di Langkat, Sumatera Utara kelompok musik
tempat dimana Taufiq bekerja disitulah Taufiq tampil bermain alat musik keyboard mengiringi
para penyanyi. Pendapatan yg didapat Taufiq sebagai pemain musik organ tunggal digunakan
untuk membiayai hidup istri dan dua orang anaknya serta membiayai pengobatan ibu bapaknya
yang kini mengalami stroke. Dulu sebelum pandemi, Taufiq sempat beternak burung puyuh
namun kini peternakannya gulung tikar dan sedang tahap menabung untuk mengumpulkan
modal kembali. Kini selain manggung, Taufiq juga mengolah magot untuk pakan ternak.
Meskipun tak memiliki tangan, Taufiq tetap gigih berusaha dan berkerja agar roda
perekonomian keluarganya tetap berputar.
Restiwati seorang barista tuna netra yang mengandalkan indera peraba, penciuman dan
pendengaran. Restiawati, meraih cup di antara deretan toples kopi bubuk dan mulai
meraciknya. Tangan satunya mulai menuangkan air panas dengan penuh kehati-hatian sembari
didekatkan ke telinganya. Pemandangan ini mungkin belum biasa dilakukan barista kopi di lain
tempat. Namun, di kedai Kopi Netra ini cukup berbeda. Pasalnya, perempuan yang akrab
dipanggil Resti ini merupakan seorang tunanetra sehingga untuk meracik kopi ia perlu
mengandalkan indra lainnya. Resti menambahkan, selain indra pendengaran, kadang ia juga
mengandalkan pula indra lainnya, seperti penciuman dan perabaan. Ia harus fokus merasakan
air panas tersebut pada jari jemarinya ketika memegang permukaan cup yang terisi air panas.
Menurutnya, untuk menjadi barista perlu keahlian khusus, tetapi ia bisa membuktikan seorang
tunanetra pun mampu melakukannya, tentu dengan pelatihan. Sebelumnya Resti melakukan
pelatihan bersama Komunitas Kopi Tunanetra (KKTunet) di akhir 2020. Berkat pelatihan itulah
memicu semangatnya untuk meningkatkan taraf hidup. Terlebih sang suami yang terimbas PHK
karena kondisi pandemi membuatnya putar otak untuk melakukan bisnis. Menggunakan biji
kopi lokal "Akhirnya di Februari 2021, saya mulai bikin Kopi Netra yang kubangun sendiri. Paling
dibantu teman dan keluarga untuk bikin foto produk yang dipromosiin di media sosial," kata
Resti. Dengan desain bar kopi sederhana kedai kopi dibangun di teras rumah kontrakan dengan
ukuran sekitar 1,5 x 3 meteran dibantu suaminya yang juga tuna netra. Jika sedang tidak
membantu Resti, suaminya berjualan kerupuk keliling dan juga tukang pijat. Kini Resti berharap
kedai kopi nya maju, agar bisa membantu para penyandang disabilitas lainnya bekerja dan
memiliki.pendapatan untuk biaya hidup.